Los Angeles — Di tengah langit biru dan geliat urban yang terus tumbuh, Los Angeles menghadapi kenyataan pahit yang semakin mencuat di tahun 2025: krisis hunian yang makin akut. Harga sewa melonjak tajam, ketersediaan unit terjangkau menyusut, dan jumlah tunawisma meningkat drastis dalam satu tahun terakhir.
Menurut laporan terbaru dari LA Homeless Services Authority (LAHSA), populasi tunawisma di wilayah Los Angeles County telah mencapai lebih dari 78.000 jiwa—angka tertinggi dalam satu dekade terakhir. Kenaikan ini mencerminkan kondisi pasar perumahan yang kian tak bersahabat bagi kalangan berpenghasilan rendah hingga menengah.
Penyebab Utama Krisis
Salah satu pemicu utama krisis ini adalah ketimpangan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan hunian baru. Selama dua tahun terakhir, pembangunan perumahan di LA tertinggal dari proyeksi kebutuhan yang ditetapkan oleh Regional Housing Needs Assessment (RHNA).
Selain itu, inflasi nasional, peningkatan suku bunga KPR, dan minimnya regulasi kontrol sewa di beberapa distrik memperparah kondisi.
“Banyak warga yang hanya berjarak satu krisis dari kehilangan tempat tinggal. Entah itu kehilangan pekerjaan, tagihan medis, atau kenaikan sewa mendadak,” ungkap Dr. Naomi Ellis, analis kebijakan perumahan dari USC.
Wajah Baru Tunawisma
Yang mengejutkan, profil tunawisma di LA kini lebih beragam dibandingkan sebelumnya. Tidak hanya individu dengan masalah kecanduan atau gangguan mental, tetapi juga pekerja penuh waktu, mahasiswa, hingga pensiunan.
James R., mantan teknisi listrik berusia 58 tahun, kini tinggal di mobilnya setelah tidak mampu membayar kenaikan sewa apartemen di Reseda. “Saya masih kerja. Tapi gaji saya tidak naik secepat biaya hidup. Saya tidak pernah membayangkan akan berada di posisi ini,” katanya lirih.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran lebih luas karena menyentuh kelompok yang selama ini dianggap relatif stabil secara ekonomi.
Upaya Pemerintah Kota
Sebagai respons, Pemerintah Kota Los Angeles memperluas beberapa inisiatif darurat, termasuk program Inside Safe, yang memindahkan tunawisma dari tenda jalanan ke hotel dan apartemen sementara. Sejak awal 2025, program ini telah menjangkau lebih dari 12.000 individu, meskipun kapasitas dan efisiensi distribusi sumber daya masih menjadi tantangan.
Selain itu, kota juga mengalokasikan dana sebesar $1,3 miliar untuk proyek hunian terjangkau dan supportive housing di 10 distrik prioritas. Namun, proses pembangunan masih memerlukan waktu, perizinan, dan konsensus komunitas setempat.
“Kita tidak hanya butuh tempat tinggal, tapi juga layanan pendukung seperti konseling, pelatihan kerja, dan akses kesehatan mental,” ujar Wali Kota Maria Gutierrez dalam pidatonya awal April lalu.
Peran Komunitas dan Inovasi Lokal
Di tengah krisis, berbagai komunitas lokal dan organisasi non-profit turut bergerak. Beberapa di antaranya mengembangkan model hunian mikro seperti tiny home villages dan modular housing yang lebih cepat dan murah untuk dibangun.
Proyek seperti “Hope on Hyde Park” dan “The Arroyo” menjadi contoh nyata bagaimana arsitektur inovatif dapat memberi solusi konkret terhadap krisis hunian. Selain itu, program relawan yang menyediakan layanan laundry, makanan hangat, dan bantuan hukum terus bertumbuh di berbagai distrik kota.
“Kami percaya semua orang layak mendapatkan tempat tinggal yang aman, bukan hanya tempat untuk bertahan hidup,” kata Alondra Velez, direktur eksekutif dari organisasi Shelter Now LA.
Masa Depan yang Harus Diperjuangkan
Meski langkah-langkah sudah diambil, para pengamat sepakat bahwa perubahan yang diperlukan bersifat sistemik dan jangka panjang. Mulai dari reformasi kebijakan lahan, insentif bagi pengembang, hingga penguatan jaminan sosial bagi warga rentan.
Krisis hunian di LA tahun 2025 bukan hanya soal bangunan atau tenda di trotoar. Ini adalah cerminan dari dinamika ekonomi, kebijakan, dan ketimpangan sosial yang saling terkait. Jika tidak ditangani secara holistik, kota ini berisiko kehilangan sebagian besar dari keberagaman dan karakter yang selama ini menjadi kebanggaannya.